14.1.10

PENDIDIKAN sebagai JANTUNG BANGSA

Oleh : Dr. Kebamoto


Sebagaimana jantung kita, begitulah pendidikan pada sebuah bangsa. Peran keduanya sama tidak tampaknya sehingga seringkali diremehkan. Keduanyapun merupakan bagian kecil dari sebuah sistem yang besar makanya jarang diperhatikan. Padahal, bangsa dengan pendidikan yang sakit, sama halnya dengan raga yang jantungnya sakit, lemah, rusak. Raga lalu mati.

Jantung terdiri dari 2 bilik dan 2 serambi dengan jenis dan tebal otot yang berbeda pula. Artinya, jantung itu tidak homogen. Demikian seharusnya, Pendidikan pun seharusnya tidak homogen. Pendidikan tidak hanya jalur umum (SD-SMP-SMA-Universitas) melainkan perlu diseimbangkan dengan jalur kejuruan (SD-SMP-SMK-Politeknik).
Pendidikan kita saat ini ibaratnya jantung dengan satu bilik dan satu serambi saja. Bila dibiarkan, pendidikan akan terus sakit-sakitan dan butuh obat-obatan. Apakah obatnya harus berupa mengimpor (nama dan judul) sekolah asing?

Fungsi jantungpun banyak sekali. Darah kotor dipompa ke paru-paru untuk dibersihkan dan darah bersih dipompakan kembali ke seluruh tubuh untuk meningkatkan aktivitas seluruh organ tubuh. Laksana jantung, pendidikan pun demikian. Orang bodoh menjadi pintar. Orang malas menjadi rajin dan orang pasif menjadi proaktif lewat pendidikan yang sehat. Singkatnya pendidikan sehat menghasilkan generasi yang kreatif dan inisiatif. Manakala generasi kreatif dan inisiatif menduduki berbagai sektor kehidupan bangsa maka bangsa secara keseluruhan hidup dan bersemangat karena warganya tidak berhenti berinovasi. Bangsa menjadi maju, sejahtera sebagaimana badan yang segar bugar, bertumbuh dan sempurna.

Fakta bahwa jantung sedang sakit-komplikasi terlihat dari raga yang letih lesu tak berdaya. Sama saja dengan fakta berikut: kelangkaan barang kebutuhan pokok, tawuran dan anarkisme, ketergantungan ekonomi, dan banyak lagi penyakit bangsa ini, menandakan bahwa pendidikan bangsa ini sedang sakit. Penyakit utama pendidikan bangsa ini: (1). Guru mengajar dengan pola kuliah sejak Sekolah Dasar. Lalu diperparah oleh materi ajar yang sangat rinci dan padat-paragraf. Minat baca dibunuh sejak SD karena materi sudah instan. Karenanya aktivitas pendidikan hanyalah menghafal dan bukan membangun pola pikir dengan penguasaan konsep. (2). Praktikum dipisahkan dari teori sehingga praktikum dipakai untuk membuktikan konsep. Tidak menarik! (3). Menuntut fasilitas tanpa mengeksploitasi kemampuan imajinasi otak. Mana mungkin lahir politikus dan penulis yang hebat dari pendidikan yang cengeng ini. (4). Praktikum yang dituntun dengan langkah-langkah percobaan sejak SD melahirkan generasi yang tergantung pada “petunjuk” sehingga miskin prakarsa. (5). Soal-soal yang digeluti anak didik sangat “lurus” dan tidak menantang. Polanya: diketahui, ditanya, rumus dan dijawab. Mengerjakan soal ibarat sebuah ritual-klise guru bersama siswa di kelas. Lalu SDM yang dihasilkan tanpa prakarsa atau inisiatif dalam kehidupan nyata.

Masyarakat dan pemerintah perlu bersama-sama mengobati salah satu “penyakit” bangsa ini.

Penulis adalah Direktur Inside Technology
Narasumber tetap acara Education Spirit
Dosen Universitas Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.