23.12.11

Museum

*Tempat Pertemuan Masa Lampau dengan Masa Mendatang

Tahun-tahun yang berganti, meninggalkan banyak waktu yang tak terulang. Banyak kenangan berarti dalam benak yang terancam sirna karena tak terjaga. Benda-benda dan catatan-catatan yang tak tersimpan baik kan berlalu begitu saja bila tak terkelola baik. Segala sesuatu yang kita miliki secara pribadi akan terkubur bersama keberadaan kita sendiri.
Kalaupun itu milik sendiri akan terasa merugi  apalagi bila kenangan itu milik bersama, milik masyarakat bahkan milik negara atau lebih luas lagi milik bangsa-bangsa!? Tentu sangat disayangkan sekali bila harus berlalu bersama dengan waktu-waktru berharga yang telah sirna.

Waktu-waktu berharga milik bersama yang berarti itu, ternyata dapat dijadikan lebih sangat berarti bila dari sisa-sisa yang tertinggal itu bisa kita nikmati. Sekalipun hanya menatap sisa-sisanya saja, mata kita akan menjadi saksi betapa pentingnya waktu-waktu yang telah terjelajahi masyarakat di bumi ini. Mata kita akan membuat sekujur tubuh mengagumi benda-benda sisa-sisa masa yang kian sirna itu. Ya, betapa penting sejarah dalam kehidupan manusia, yang bukan hanya mencatatperjalanan masyarakatnya namun juga pijakannya, bumi. Benda-benda dan catatan tertulis yang semakin bertambah usia itu telah banyak yang terkumpulkan dan dijaga keberadaannya. Dan semuanya bisa kita jumpai dalam bangunan-bangunan bernama museum.

Direktorat Peninggalan Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, kata “museum” berakar dari kata Latin museion, yaitu sebuah kuil yang diperuntukan sembilan Dewi Muse, anak-anak Dewa Zeus yang tugas utamanya adalah menghibur. Dalam perkembangannya museion menjadi tempat kerja ahli-ahli pikir zaman Yunani kuno, seperti Pythagoras dan Plato yang keduanya menganggap museion sebagai tempat penyelidikan dan pendidikan filsafat, dalam ruang lingkup ilmu dan kesenian. Ini berarti museion dijadikan tempat untuk membaktikan diri kepada sembilan Dewi Muse. Museum tertua di muka bumi yang dijadikan fungsi seperti yang dipahami Pythagoras dan Plato terdapat di Alexandria, Mesir.

Dalam perjalanan keberadaannya, museum yang adalah tempat penyelidikan dan pendidikan filsafat itu, berubah menjadi tempat penyelidikan dan pendidikan sejarah kemanusiaan. Peradaban manusia yang banyak meninggalkan benda-benda bernilai, dikumpulkan di museum terdekat untuk dilakukan penelitian, dan hasilnya dijadikan produk dari museum tersebut untuk digunakan sebagai sumbangan pemikiran ilmu pengetahuan. Dan sejalan dengan perkembangan, museum-museum kebanjiran banyak benda-benda peninggalan yang ditemukan. Tentu saja demi upaya pelestarian kebudayaan hasil daya cipta manusia di bumi tidak mungkin bila benda-benda tersebut dihancurkan. Maka solusi yang diambil oleh para peneliti adalah, merawat dan memajang untuk dipertontonkan pada khalayak banyak.

Budaya memamerkan benda-benda bersejarah itu menjalar ke seluruh belahan bumi hingga mempengaruhi museum-museum di Nusantara. Hingga kini, jumlah museum di Indonesia yang sudah mencapai 269 buah ini, juga mengadopsi kebiasaan yang menjalar tersebut. Seluruh museum di Indonesia, dari masa kemerdekaan hingga hari ini, 176 museum dikelola oleh pemerintah-pemerintah di daerah, 7 museum dikelola oleh pemerintah pusat, dan 86 museum dikelola swasta. Bangunan bernilai dan sangat baik bagi generasi ke generasa, di Indonesia sangat tampak ketidak peminatan masyarakat terhadap keberadaan museum. Dari tahun ke tahun, angkanya sangat menunjukan penurunan. Di tahun 2006 yang memiliki angka pengunjung 4.561.165 kunjungan, pada tahun 2007 berikutnya menurun menjadi 4.204.321 kunjungan. Dan angka terakhir tentang kunjungan ke museum adalah angka pada tahun 2008 yang menunjukan angka 4.174.020 kunjungan. Demikian data yang dimiliki Pusat Pengelolaan Data dan Sistem Jaringan, Kembudpar, yang hanya terhenti pada data tahun 2009 saja.


Keberadaan benda-benda bernilai sejarah yang sangat tinggi, sudah sepantasnya bukan hanya dikelola dengan baik. Karena lebih dari itu juga memang sudah sebaiknya untuk diperkenalkan kepada generasi penurus, agar perjalanan waktu yang memudar tidak terhilang dari sebuah bangsa. Pertemuan masa lampau dengan masa mendatang akan mudah terjadi di dalam sebuah gedung yang disebut sebagai museum. Dan di satu titik dalam perjalanan peradaban, para pelaku masa datang ini juga bisa berkenalan dengan para pelaku peradaban sebelumnya. Pola pikir lama yang terkombinasi pola pikir mendatang tentunya akan membentuk pola pikir baru dalam peradaban yang lebih bernilai dan maju.

Perlu kita sadari, bahwa museum berfungsi sebagai pusat dokumentasi dan penelitian ilmiah, pusat penyaluran ilmu pengetahuan untuk umum, sebagai pusat penikmatan karya seni, pusat pengenalan kebudayaan antardaerah dan antarbangsa, juga sebagai obyek wisata, media pembinaan pendidikan kesenian dan ilmu pengetahuan, sebagai suaka alam dan suaka budaya, cermin sejarah manusia, alam dan kebudayaan, serta sarana untuk bertakwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan tentu akan sangat disayangkan, bila sedemikian padat fungsinya namun tidak termanfaatkan dengan sesungguhnya.

Keberadaan museum sebagai sarana pelestarian bangsa, sejatinya bisa dimanfaatkan melalui gerakan pembiasaan mengenal, peradaban bangsa dalam perjalanan sejarahnya itu kepada generasi mendatang. Masyarakat perlu mendapat sosialisasi yang konsisten untuk mau tergerak dalam mendukung kunjungan museum oleh generasi penerus. Baik itu yang dilakukan melalui instasi pendidikan, lembaga masyarakat, pemerintah ataupun kunjungan bersama keluarga. yp/ath/konstantin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.