22.12.11

Potret ASI Eksklusif di Indonesia

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif sebagai tindakan yang sangat berguna bagi bayi. Pasalnya, kolostrum dalam ASI yang dihasilkan beberapa hari menjelang kelahiran hingga 4-5 hari pasca melahirkan, kaya protein dan mineral untuk membantu merangsang

kekebalan tubuh bayi. Menurut dokter Jeanne Purnawati dari Klinik Laktasi PKSC Carolus, Jakarta, bayi akan bertumbuh kembang maksimal dan daya
tahan tubuh akan meningkat hanya dengan diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan, tanpa tambahan apapun.

ASI adalah makanan ideal bayi yang mengandung zat gizi lengkap yang tak terganti susu lain. Selain mudah dicerna bayi, ASI mengandung zat anti infeksi dan membantu pertumbuhan otak si bayi. Belum lagi, manfaat buat si ibu terkait kondisi peranakannya yang bakal cepat pulih bila menyusui. Dengan memberikan ASI eksklusif pun, risiko ibu terkena kanker payudara pun berkurang. Dan menurut Jeanne, ASI eksklusif cara hemat bagi bayi sehat. Sangat disayangkan menyusui secara eksklusif masih belum menjadi trend di kalangan ibu Indonesia.

Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan (SDKI) pada tahun 2007, jumlah ibu menyusui di Indonesia menurun. Dan hingga saat ini, hanya 30 persen ibu Indonesia yang memberikan ASI eksklusif. Berbagai macam alasan terlontar dari mulut para ibu Indonesia untuk tidak memperjuangkan bayi yang lebih sehat. Beberapa alasan yang sring dijumpai sebenarnya adalah masalah tidak percaya diri dengan berasumsi ASI-nya tidak cukup bagi bayi-nya, atau kualitas ASI-nya dianggap jelek. Selain itu juga ditambah pula dengan keluarga yang tidak mendukung, bahkan menganjurkan untuk dicampur dengan susu formula.

“...dulu waktu kamu kecil, umur 2 bulan dikasih pisang kerok atau bubur susu, nggak papa kok, anak kamu dikasih aja seperti itu,” demikian tambah Mia Sutanto, Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) menambahkan. Mia juga menyayangkan kurangnya promosi pemberian ASI eksklusif diberikan oleh tenaga medis dan rumah sakit. An memangbtidak sedikit tenaga medis yang terang-terangan mendorong penggunaan susu formula sejak dini. Dan biasanya pihak medis ini telah memiliki kerja sama dengan perusahaan susu formula, yang tidak jarang sebagai sponsor sebuah program pada sebuah rumah sakit. Kondisi ini memunculkan tenaga medis yang menjadi sales susu formula bagi ibu-ibu hamil.

Satu lagi, AIMI mencatat kurangnya klinik laktasi di rumah-rumah sakit, padahal gerakan rumah sakit sayang ibu dan bayi sudah lama didengungkan pemerintah. Jadi tampak sekali peraturan yang hanya sekedar ada, tanpa penegakkan nyata. Saat ini, Indonesia sudah memiliki peraturan pemerintah terkait peningkatan pemberian ASI eksklusif, juga disertai SKB 3 Menteri mengenai dorongan bagi perusahaan untuk memberikan fasilitas memerah ASI di kantor dan pemberian waktu menyusui, plus peraturan mengenai pemasaran produk-produk pengganti ASI.

Inilah potret ASI eksklusif di Indonesia, survey terakhir mencatat penurunan jumlah ibu menyusui eksklusif. Padahal WHO mengakui peningkatan 50 % ibu menyusui secara eksklusif akan menurunkan angka kematian bayi hingga 1,3 juta orang per tahun. Nah, kalau justru penurunan jumlah ibu menyusui eksklusif yang terjadi, kita bakal menyaksikan kematian calon-calon pemimpin bangsa ini... yp/ath/konstantin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.