Ketika pemuda-pemuda dari berbagai bangsa yang menghuni Nusantara berhimpun di Batavia dalam Kongresnya yang ke-2 bulan pada Oktober 1028 mereka melepaskan segala atribut kebangsaan mereka dan menetapkan kebulatan tekad untuk membentuk satu nasion baru, nasion Indonesia. Mereka itu, pemimpin-pemimpin dari perhimpunan-
perhimpunan Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Java, Jong Sumatera
dan lain-lain dengan latar belakang kebangsaan, budaya, adat-istiadat
perhimpunan Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Java, Jong Sumatera
dan lain-lain dengan latar belakang kebangsaan, budaya, adat-istiadat
dan agama yang beraneka ragam mendeklarasikan Sumpah pada tanggal 29 Oktober 1928, Satu Nusa,
Satu Bangsa yang menggunakan Satu Bahasa – INDONESIA. Kebhinekaan, keanekaragaman, kemajemukan, pluralitas yang ada tidak dihapus atau dihilangkan, melainkan dipadukan dalam satu kesatuan yang harmonis dan utuh sebagai SATU BANGSA, SATU NASION INDONESIA.
Perjuangan pemaduan menjadi satu nasion ini terus berlangsung dalam suka dan duka sampai pada pembentukan Satu Negara melalui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, yang proklamator Bung Karno dinyatakan sebagai jembatan emas menuju pembangunan suatu masyarakat majemuk yang sejahtera, makmur, berkeadilan dan kedamaian. Founding fathers/mothers bangsa ini sangat menyadari dan memahami dan menghargai realita kemajemukan bangsa Indonesia. Kemajemukan ini dilihat dan dihayati sebagai suatu anugerah, suatu kekayaan yang patut dijaga. Rumusan falsafah Negara
Pancasila dan pasal-pasal
Konstitusi/UUD 1945 sangat memperhatikan dan menjamin hak kebebasan SEMUA komponen, semua golongan, semua kelompok budaya dan agama, tanpa diskriminasi apapun.. Tidak ada istilah mayoritas dan minoritas.
Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kita memang tidak mulus sejak awal kemerdekaan. Ada saja gangguan-gangguan seperti gerakan DI-TII, upaya-upaya pembunuhan terhadap Presiden Sukarno dan pemberontakan PRRI/PERMESTA. Tetapi Bung Karno memiliki karisma dan kepedulian yang tinggi pada rakyat dan bangsa, Beliau terus berusaha keras dan berhasil mempertahankan jiwa dan semangat patriotisme dan nasionalisme Indonesia yang menghargai kemajemukan didalam semangat Bhineka Tunggal Ika. Mewaspadai ancaman-ancaman yang mengintai kesatuan bangsa, Bung Karno tidak jemu-jemu mengumandangkan konsep penguatan dengan nation and character building.
Setelah Bung Karno digulingkan oleh Jenderal Suharto melalui makar merangkak G30S – Supersemar, perhatian pada kesatuan dalam kepelbagaian serta nation and character building mulai kurang mendapat perhatian yang layak. Dengan kedok bahaya laten PKI Pemerintah Suharto menanamkan dan menyuburkan rasa saling curiga di dalam masyarakat. Hal ini kemudian diperparah lagi oleh Pemerintah dengan mencetuskan konsep SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan). Bertolak belakang 180% dari jiwa dan semangat Sumpah Pemuda. Konsep SARA ini pada hakekatnya adalah menghidupkan kembali jiwa
Sukuisme dan Rasialisme serta fanatisme agama. Ada moment-moment yang barangkali lepas dari pengamatan banyak orang, namun yang kemudian sangat berpengaruh dalam pembentukan pola pikir, bukan saja saling curiga melainkan saling benci. Dan yang menjadi korban, yang dirugikan adalah umat Kristen, termasuk kelompok-kelompok Tionghoa yang kebanyakan beragama Kristen.
Beberapa contoh dari moment yang disebutkan tadi adalah pencetusan konsep SARA yang memakain corong Laksamana Sudomo yang ketika itu masih menganut agama Kristen. Komando dari kebijakan Petrus (Penembakan misterius) yang banyak membunuh orang yang tidak bersalah adalah Jenderal Beni Murdani yang adalah seorang Katholik. Namun karena Suharto memakai tangan besi dengan sistem intelijen yang ”merakyat”, ditambah lagi dengan kemakmuran semu dengan utang luar negeri yang luar biasa maka semuanya seakan,akan tidak apa-apa, bisa dikontrol, kendatipun sesungguhnya kondisinya bagaikan api dalam sekam.
Api dalam sekam ini mulai mengasap keluar (dan dibiarkan, bahkan dihembus oleh aparat) segera setelah Suharto lengser keprabon. Dan menjadi tidak terkendali, atau sebenarnya dikendalikan dengan baik oleh rezim SBY dengan kedok kesantunan. Salah satu puncak atau simpul mutakhir yang mendemonstrasikan kebiadaban adalah penyerangan terhadap jemaat HKBP yang hendak beribadah Minggu dan penusukan terhadap Sintua Lumban Tiruan serta pemukulan terhadap Pdt Luspida Simanjuntak pada hari Minggu 12 Septemeber 2010. Karena dikendalikan itulah maka Kapolda Metro Jaya perlu membuat pernyataan terburu-buru bahwa aksi tersebut adalah kriminal murni. Kenyataannya, setelah terpaksa melakukan penangkapan dan pengusutan, terbongkarlah bahwa tindakan itu bukan kriminal murni, melainkan berada dalam suatu skenario dengan FPI Bekasi sebagai eksekutor lapangan.
Hari ini TOKOH-TOKOH KRISTEN INGIN MENYIKAPI PENYELEWENGAN KONSTITUSI yang nyata-nyata dilakukan oleh penguasa negeri ini. Fakta penyelewengan konstitusi itu dapat dilihat dengan jelas jemelas dari:
Pembiaran terhadap tindakan/aksi-aksi teror dan anarkhi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang berkedok agama seperti FPI, FBR bersama FUI, KUI dan sebangsanya.
Penutupan Gereja dan pencabutan IMB Gereja yang sudah diperoleh sebelumnya, oleh aparat Negara Lurah, Camat, Bupati, Walikota dengan pengawalan Polri.
Kebijakan-kebijakan ekonomi yang mementingkan interest para pemodal asing dan maling/koruptor, dan bukan kepentingan rakyat.
Pembodohan dan pembohongan publik dengan data-data kemajuan semu tanpa mampu melihat realita kemiskinan yang makin parah dan penganggurn yang makin banyak.
Kontrak-kontrak dengan pihak asing yang sangat merugikan kepentingan negara dan rakyat seperti Freeport, Newmont, Exon dan sebagainya.
Lambannya penanganan hukum terhadap kasus-kasus korupsi kakap, termasuk kasus Bank Century yang menguras uang rakyat dan negara triliunan rupiah.
Ketidakpedulian pada pendidikan bagi rakyat sehingga pendidikan dikelola bagaikan usaha dagang, Cuma yang berduit bisa memperoleh pendidikan. Demikian pula urusan kesehatan.
Dibiarkannya perda-perda syariah yang makin marak di berbagai kabupaten dan kota seakan-akan negara ini sudah menjadi negara Islam.
Dan sebagainya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan aparatnya harus mempelajari Konstitusi Negara Republik Indonesia agar paham,dan melaksanakan dengan sepenuhnya amanat Konstitusi sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi harus bertumpu pada kepentingan kesejahteraan rakyat, penegakan hukum dan hak-hak asasi manusia dengan tegas dan tanpa diskriminasi, serta menjamin keselamatan, rasa aman dan kedamaian seluruh rakyat INDONESIA. Kebebasan beragama dan beribadah menurut keyakinan agama masing-masing adalah salah satu hak yang paling asasi yang dijamin dalam UUD 1945 dan perangkat-perangkat hukum internasional yang sudah diratifikasi oleh Indonesia. Karena itu harus dilindungi. Perangkat-perangkat hukum UU, PP, Keppres, Inpres, Permen, apalagi Perda yang menyeleweng dari UUD 1945 HARUS DICABUT.
Jakarta, 20 September 2010.
Forum Komunikasi Kristiani Jakarta
Drs. Theophilus Bela , MA Ketua Umum
Gustaf Dupe, SH Sekretaris Umum
ath/milis GPIB/konstantin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.