Suatu ketika di gereja, seorang aktifis berkata kepada seorang pemuda yang tergolong adalah jemaat non aktif. Si aktifis, dengan nada bijaksana dan bernada penuh persahabatan berkata;
“Halo bro, sabtu depan jam tiga, pengurus mau bikin perkunjungan ke temen kita yang sakit. Ikut ya?!” “Yaah.. sory nih, gue ngga bisa… waktunya susah… soalnya kalo Sabtu jam segitu gue masih kerja…” jawab si pemuda itu.
“Masa gara-gara kerjaan doang, elo ga bisa dateng ngunjungin temen kita bro? elo ‘kan bisa punya kerjaan,
Tuhan yang ngasih. Masa’ sekarang elo ngga punya waktu buat ngelayanin Tuhan? Ntar kalo Tuhan ambil lagi kerjaan lo gimana?” begitu si pengurus kembali berkata.
Kisah tadi, memang bukan kisah nyata. Namun ceritera serupa sering terjadi dalam sebuah kehidupan berjemaat. Ajakan Si Aktifis, jelas bukanlah ajakan yang buruk. Ajakan untuk beriman dalam perbuatan nyata bersama persekutuan orang percaya, bukanlah ajakan yang buruk, tentunya. Bukankah sebagai makhluk sosial, manusia butuh berinteraksi dengan manusia lain? Dan sebagai warga masyarakat, manusia sebagai anggota masyarakat harus bersinergi positif dengan lingkungannya? Terlebih lagi tentunya, sebagai orang percaya, kita perlu mewujudkan iman percaya kita dalam perbuatan, bukan?
Melalui kisah tadi bisa kita perhatikan, selain kalimat-kalimat ajakan tadi, dalam jawaban respon berikutnya, ternyata juga diikuti kalimat tambahan yang mungkin bertujuan sebagai kalimat penguat, agar yang diajak mau ikut ambil bagian dalam kegiatan pelayanan tersebut. Tapi sepertinya, kalimat-kalimat penguat itu, justeru memunculkan kemungkinan-kemungkinan yang akan dilakukan si pemuda yang diajak itu tadi. Kemungkinan itu misalnya, pemuda tadi akan akan berusaha hadir pada kegiatan perkunjungan pada orang sakit itu tadi, agar Tuhan tidak mengambil kembali pekerjaannya. Atau bisa saja pemuda itu justeru tidak akan kembali lagi bergereja ditempat itu, karena merasa dipaksakan untuk terlibat dalam pelayanan tersebut.
Dan ternyata, kalimat-kalimat penguat tadi pada akhirnya akan membawa kita bertanya tanya dalam hati. Misalnya; apakah pekerjaan kita saat ini, mengganggu pelayanan yang seharusnya kita lakukan? Atau sebaliknya; apakah kegiatan pelayanan kita mengganggu aktifitas kita sebagai pekerja? Tentunya hal ini juga pernah kita rasakan atau bahkan kita pertanyakan pada diri kita sendiri. Kemudian pertanyaan pertanyaan yang belum memperoleh jawaban, akan menjadi beban pikiran dan memuncak pada kekuatiran kita dalam mengisi hudup ini di tempat kerja, bukan di gereja. Kekuatiran demi kekuatiran itu, tentunya sangat mengganggu kehidupan ini. Nah sebagai orang percaya tentunya kita, memiliki Alkitab yang berisi Firman Tuhan yang member ajaran dan tuntunan dalam kehidupan ini.
Alkitab sering mengingatkan bagi kita yang kekuatiran dengan pertanyaan Tuhan Yesus di Matius 6 ayat 27, yang bunyinya “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?”
Ayat ini biasanya dijadikan ayat pengingat untuk kita yang sedang dalam kekuatiran dalam hidup. Tentunya termasuk juga kekuatiran tentang keberadaan kita sebagai seorang yang bekerja. Jadi kekuatiran tentang apakah pelayanan mengganggu pekerjaan atau pekerjaan mengganggu pelayanan itu, tidak usah ada. Dan kita juga tidak perlu mencari-cari kategori tentang kegiatan pelayanan sebagai tempat mencari nafkah atau pelayanan sebagai kegiatan yang lebih suci disbanding bekerja pada umumnya. Karena Tuhan Allah selalu mempunyai maksud sendiri, saat seseorang berada di suatu lingkungan kerja.
Alkitab juga memperkenalkan bekerja, sebagai kegiatan orang percaya yang harus dilakukan. Alkitab tidak pernah membatasi bekerja itu dengan hanya sebagai karyawan, atau abdi negara ataupun harus seorang professional. Alkitab hanya menyiratkan bahwa, bekerja berarti melakukan usaha yang bisa menghidupi pribadi sendiri dan pribadi lain. Pada ayat yang lainnya di matius 6 : 28, dituliskan sebagai berikut; “…dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal.
Bunga Bakung dipadang yang hidup dalam kepasrahan, diberi keindahan oleh Tuhan, sekalipun ia tidak bekerja yaitu memintal. Perkataan Tuhan Yesus melalui ayat ini, jelas bukan menjanjikan siapapun yang tidak bekerja tetap Tuhan kasih keindahan dalam hidupnya. Ayat ini, selain membawa penghiburan bagi orang-orang banyak, termasuk murid-muridnya yang memiliki pemikiran sederhana, ke kehidupan setungkai bunga. Kita semua pasti tahu bahwa, tumbuhan melakukan kerja dengan berfotosintesis untuk menghasilkan makanan, bagi dirinya. Dan jelasnya, ayat yang memberi gambaran tentang pemeliharaan Tuhan ini, akan terjadi bila kesetiaan kepada Allah tetap dijaga dalam rutinitas kehidupan ini. Ayat ini memang menekankan kesetiaan kita pada Tuhan, saat bekerja. Artinya pekerjaan yang kita lakukan, harus tetap menaruh harapan, dan percaya pada Tuhan. Maka hasilnya adalah keindahan di tengah teriknya matahari di padang belantara.
Masih masalah bekerja. Sebelum dua ayat yang diketengahkan dalam tulisan ini, ada juga ayat yang sama terkenalnya dalam hal mengatasi kekhawatiran dalam melakukan kegiatan kerja. Ayat itu adalah Matius 6 : 26. Ayat itu berbunyi; pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?
Kembali lagi Tuhan Yesus membawa manusia untuk menempatkan sebagai makhluk lain. Kali ini seperti seekor. Ayat ini sangat menegaskan tentang keberadaan seekor burung diudara, Tuhan berikan makan. Ini menggambarkan bagaimana, seekor burung yang mau mengepakkan sayapnya untuk menembus udara lepas, dan memperoleh makanan yang Tuhan sediakan. Tentunya kita sadar, bahwa seekor burung tidak becocok tanam, dan mengumpulkan panen di lumbung desa. Jadi, bila kita seerkor burung, hanya dengan mengepakkan sayap saja, Tuhan akan selalu setia untuk menncukupi kebutuhan hidup kita.
Akhirnya, semua gambaran yang tertuang tadi, menjadi harapan untuk terjadinya suatu keinsyafan bahwa, bekerja adalah menjalankan apa yang Tuhan perintahkan. Dan yang mau menjalankan perintah Tuhan hanyalah pelayan Tuhan. Jadi saat kita bekerja dan mengisi rutinitas kita itulah, pelayanan yang nyata bagi lingkungan kerja kita. Jadi, lakukanlah pekerjaan kita, karena dengan melakukan pekerjaan itu kita telah melayani Tuhan secara nyata dalam rutinitas kehidupan kita. Dan pekerjaan yang melayani adalah segala pekerjaan yang kita lakukan dengan berdampak yang menyukakan hati orang - orang yang ada dalam lingkungan kerja kita, dan bukan sebaliknya. Maka itu, layanilah Tuhan dalam pekerjaan yang Tuhan berikan, agar nama Tuhan dimuliakan melalui pekerjaan yang kita jalankan, bersama Roh Kudus, untuk berkarya bagi masa depan negara, masyarakat dan jemaat. ath/konstantin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.