Situs Tempo Interaktif menginformasikan bahwa Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan gugatan terhadap Undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 pada hari Senin, tanggal 27 Juni 2011. Gugatan itu diajukan oleh Misran S.Km, perawat yang bekerja sebagai Kepala Puskesmas Pembantu di Kuala Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Sebelumnya, Misran diberitakan dipidana karena memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat, sementara ia belum berstatus sebagai dokter.
Misran dipenjarakan karena membantu warga di pelosok selama setahun lebih. Ia meminta keadilan ke Mahkamah Konstitusi atau MK, sementara Pengadilan Negeri Tenggarong menjatuhkan vonis hukuman penjara 3 bulan dan denda Rp 2 juta. Hukuman yang dijatuhkan pada tanggal 11 November 2009, justeru mendorong Misran banding ke Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur dan mengajukan uji materiil undang-undang tersebut. Menurut situs tersebut MK berpendapat bahwa penempatan ketentuan pengecualian dalam bagian penjelasan, merupakan penempatan yang tidak tepat.
Selain itu, sebagaimana yang didalilkan pemohon, keadaaan fasilitas kesehatan serta sumber daya yang tidak memadai di pelosok menjadi pertimbangan dilematis. Dalam permohonannya, pemohon menyatakan akses fasilitas kesehatan ydi pelosok sangat sulit. Dan bisa saja, banyak wilayah terpencil yang tidak terjangkau mengalami kesulitan yang sama. Oleh sebabitu, pasal yang digugat itu bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai bahwa ; tenaga kesehatan adalah kefarmasian, dan jika tidak ada tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik kefarmasian terbatas, antara lain dokter atau dokter gigi, bidan dan perawat.
MK berpendapat bahwa, perawat yang melakukan tugas dalam keadaan darurat dan mengancam keselamatan pasien, perlu melakukan tindakan medis. Selain itu, penjelasan pasal 108 ayat 1 yang memberikan kewenangan terbatas terhadap perwat menimbuklkan keadaan dilematis selain juga tidak adanya kepastian hukum, sehingga bertentangan dengan pasal 28 D yat (1) UUD 1945. Misran, dalam situs itu menyatakan rasa syukurnya karena upayanya selama ini dikabulkan MK. Dengan keputusan ini, Misran merasa mendapatakan kepastian hukum yang pasti. Ia pun berharap agar semua pelayan kesehatan untuk tidak segan melayani pasien dalam kondisi mendesak.
Kasus Misran ini menarik perhatian publik, dengan alasan kemanusiaan dia menolong warga dipelosok yang membutuhkan, Tidak hanya mengobati, tapi juga mengubah pola kesehatan warga menjadi lebih baik. Namun Putusan PN Tenggarong tahun lalu telah mengubah semuanya. Demikian Tempo interaktif menjabarkan. Bahkan, dengan pengabulan uji materiil ini, 13 mantri kini sedang mengajukan permohonan keadilan ke MK, karena merasa dikriminalisasikan oleh UU Kesehatan. Mereka meminta pasal yang menjadikan Misran di penjara dicabut karena bertentangan dengan UUD 1945.
Putusan MK ini memang sangat menguntungkan pelayan kesehatan di seluruh Indonesia khususnya di pelosok. Karena dengan keputusan ini, mereka bisa memberikan pertolongan kepada warga yang membutuhkan pertolongan tanpa ragu, karena takut menyalahi Undang-undang Kesehatan No. 36 yang pernah mengkriminalisasikan petugas medis di pelosok. ath/konstantin
Misran dipenjarakan karena membantu warga di pelosok selama setahun lebih. Ia meminta keadilan ke Mahkamah Konstitusi atau MK, sementara Pengadilan Negeri Tenggarong menjatuhkan vonis hukuman penjara 3 bulan dan denda Rp 2 juta. Hukuman yang dijatuhkan pada tanggal 11 November 2009, justeru mendorong Misran banding ke Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur dan mengajukan uji materiil undang-undang tersebut. Menurut situs tersebut MK berpendapat bahwa penempatan ketentuan pengecualian dalam bagian penjelasan, merupakan penempatan yang tidak tepat.
Selain itu, sebagaimana yang didalilkan pemohon, keadaaan fasilitas kesehatan serta sumber daya yang tidak memadai di pelosok menjadi pertimbangan dilematis. Dalam permohonannya, pemohon menyatakan akses fasilitas kesehatan ydi pelosok sangat sulit. Dan bisa saja, banyak wilayah terpencil yang tidak terjangkau mengalami kesulitan yang sama. Oleh sebabitu, pasal yang digugat itu bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai bahwa ; tenaga kesehatan adalah kefarmasian, dan jika tidak ada tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik kefarmasian terbatas, antara lain dokter atau dokter gigi, bidan dan perawat.
MK berpendapat bahwa, perawat yang melakukan tugas dalam keadaan darurat dan mengancam keselamatan pasien, perlu melakukan tindakan medis. Selain itu, penjelasan pasal 108 ayat 1 yang memberikan kewenangan terbatas terhadap perwat menimbuklkan keadaan dilematis selain juga tidak adanya kepastian hukum, sehingga bertentangan dengan pasal 28 D yat (1) UUD 1945. Misran, dalam situs itu menyatakan rasa syukurnya karena upayanya selama ini dikabulkan MK. Dengan keputusan ini, Misran merasa mendapatakan kepastian hukum yang pasti. Ia pun berharap agar semua pelayan kesehatan untuk tidak segan melayani pasien dalam kondisi mendesak.
Kasus Misran ini menarik perhatian publik, dengan alasan kemanusiaan dia menolong warga dipelosok yang membutuhkan, Tidak hanya mengobati, tapi juga mengubah pola kesehatan warga menjadi lebih baik. Namun Putusan PN Tenggarong tahun lalu telah mengubah semuanya. Demikian Tempo interaktif menjabarkan. Bahkan, dengan pengabulan uji materiil ini, 13 mantri kini sedang mengajukan permohonan keadilan ke MK, karena merasa dikriminalisasikan oleh UU Kesehatan. Mereka meminta pasal yang menjadikan Misran di penjara dicabut karena bertentangan dengan UUD 1945.
Putusan MK ini memang sangat menguntungkan pelayan kesehatan di seluruh Indonesia khususnya di pelosok. Karena dengan keputusan ini, mereka bisa memberikan pertolongan kepada warga yang membutuhkan pertolongan tanpa ragu, karena takut menyalahi Undang-undang Kesehatan No. 36 yang pernah mengkriminalisasikan petugas medis di pelosok. ath/konstantin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.