“Oom, nanti kalau sudah habis, botolnya jangan dibuang ya...”, ujar seorang anak kecil yang sekonyong-konyong mendekati saya saat tengah menikmati sebotol air mineral dalam kemasan (AMDK). Sebut saja nama anak itu, Anwar.
“Lho, memangnya ini buat apa?”, kata saya sambil menimbang-nimbang botol yang masih masih berisi setengah air mineral itu.
“Lumayan oom, bisa jadi uang...”, jawab Anwar sambil tersenyum kecil.
Lakon selanjutnya dari peristiwa siang itu, Anwar akhirnya berhasil mendapatkan satu botol air mineral dariku. Dengan sumringah, ia pun mengucapkan terima kasih dan pergi berlalu tanpa menengok kembali. Mungkin dalam pikiran anak itu, wuih! Rejeki nih, mengingat isi kantong plastik tembus pandang di pundaknya hanya berisi gelas-gelas air mineral bekas diminum orang.
* * *
Kisah saya, anak kecil dan botol air mineral bekas tadi, memiliki banyak hilir, mulai dari hilir kemanusiaan, kesehatan, hingga ke masalah air. Tergantung dari sudut pandang mana kita menyoroti kisah tersebut.
Dalam tulisan pertama ini, saya ingin melihat episode hidup saya itu dari sudut masalah air di Indonesia (mumpung lagi memperingati Hari Air Sedunia nih...) Untuk itu, saya akan memperbesar pandangan kita pada isi kantong plastik besar tembus pandang milik anak kecil itu. Ada apa di sana?
Ada puluhan gelas air mineral bekas dipakai orang. Dari situ tak masalah, sampai kita melihat isi gelas-gelas itu. Nyaris semua gelas plastik bekas itu masih terisi air mineral, bahkan ada beberapa gelas yang mungkin (sebelumnya) hanya diminum setenggak saja. Itu dia mungkin yang menyebabkan si anak kecil itu terlihat memanggul 'beban' yang lumayan berat, walau isinya 'hanya' botol air mineral saja (ditambah air entah berapa liter di dalamnya)
Saat menyaksikan itu semua, saya pun hanya menghela nafas panjang, sambil berpikir di tempat lain, di kantong plastik anak-anak kecil seperti Anwar, entah berapa liter air mineral yang 'terbuang' percuma. Air bersih yang layak minum itu mesti berakhir, bukan di tubuh manusia, tapi di tong sampah. Seperti kita ketahui, AMDK merupakan 'hasil kerja' sejumlah perusahaan air mineral yang ada di bumi ini. Mereka menyedot mata air, menyuling dan menjadikan air menjadi layak dikonsumsi manusia. Itu semua memang butuh biaya produksi, itu semua memang tidak gratis, sehingga menjadikan air mineral dalam kemasan menjadi barang 'mahal' karena memiliki 'harga'.
Sementara di tempat lain dikabarkan, minimnya akses air bersih tercipta di kalangan masyarakat Indonesia, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Ini semua disebabkan sudah sedemikian tercemarnya air tanah dan air sungai yang menjadi sumber bahan baku air minum manusia. Alhasil, AMDK berkibar, air mineral berbayar menjadi raja air minum.
Tapi, apa lacur manusia seolah menjadi mahluk foya-foya. Kita cenderung membuang percuma air mineral dalam kemasan yang kita nikmati. Coba perhatikan, berapa banyak AMDK yang tersisa di saat ada sebuah perhelatan di Jakarta ini misalnya. Kalau saya sih, banyak menjadi saksi orang-orang hanya meneguk satu atau dua kali saja gelas air mineral mereka, lalu dengan tanpa hati meletakkan di meja/kursi atau bahkan langsung membuangnya ke tong sampah. Pikir saya, ya mbok kalau tidak mau minum ya jangan dibuka dulu atuh kemasannya. Mending disimpan, nanti kalau sudah haus sekali, baru deh dikonsumsi hingga tuntas.
* * *
Di tengah krisis air bersih nasional, masih banyak manusia Indonesia yang membuang air bersih seenaknya. Padahal, seperti saya saksikan di jalan-jalan, banyak anak kecil seperti Anwar yang berkata,
“Oom, kalau bisa nanti disisakan sedikit ya (airnya)...”, pintanya malu-malu.
“Lho kok?”, tanya saya heran sembari mengernyitkan dahi saya.
“...iya, saya haus oom....”, jawabnya lirih.
Akhir lakon kedua (lanjutan yang pertama) ini adalah saya membelikan sebotol air mineral buat Anwar. Kata saya kepadanya,
“Kamu jangan minum air sisa orang, nanti bisa sakit perut lho... ini saya belikan satu, diminum sampai habis ya....”
Dia tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Lakon kedua atau terakhir di siang itulah yang membuat Anwar sumringah bukan kepalang.
Mengingat tingkah pola Anwar, saya jadi teringat saat dulu masih aktif mendampingi anak-anak jalanan. Fenomena anak jalanan meminum habis sisa air mineral di gelas dan botol bekas itu sudah ada sejak dulu. Bisa dibayangkan betapa pedih hidup ini, kalau hanya bisa minum air sisa dari orang lain yang tidak jelas kualitas kesehatannya (jangan-jangan orang pertama punya sakit menular... hiiiii saya tak mau membayangkan apa yang bakal terjadi selanjutnya...)
Jadi, marilah Kompasianers, kita menghabiskan air mineral dalam kemasan yang kita beli karena kita haus. Jangan sampai mata air yang disedot mahal itu, akhirnya menjadi air mata buat saudara-saudara kita yang membutuhkan... petra_yan/konstantin
*Tulisan ini dibuat juga untuk mengenang atasan saya dulu, selama hidupnya hingga ia meninggal dunia, selalu menghabiskan air mineral dalam kemasan yang ia peroleh dimanapun. Pernah ada suatu pertemuan, ia memilih tinggal lebih lama hanya untuk menuang kembali isi AMDK yang tidak terminum, ke pot-pot tanaman yang ada di sekitar ruang rapat. “Daripada mubazir, lebih baik buat minum tanaman...”, ujarnya.
* Illustrasi gambar didapat dari : fotokitablog.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.