27.4.10

Penghargaan Intelektualitas di Negeri 'Pembajak': Mungkinkah?

Hari Kekayaan Intelektual Sedunia ke-10 [26 April 2010]

“Indonesia adalah surga para pembajak....” Demikian ungkapan seorang turis mancanegara pada suatu kesempatan kepada saya, dan ternyata hal itu sudah banyak diamini oleh kalangan dalam negeri sekalipun. Indonesia kaya akan pembajak? Bukan karena sektor pertanian kita maju, bukan karena negara kita disebut negara agraris, bukan juga karena banyak aksi pengambilalihan moda transportasi umum untuk mengancam pemerintah misalnya. Indonesia kaya akan pembajak karena banyak sekali barang bajakan yang beredar dengan 'mudah' di nusantara.

Siapa pembajak? Apa barang bajakannya? Dan mengapa kok banyak ada di Indonesia? Sebuah lembaga
 internasional antipembajakan barang komersial yang berpusat di London, Inggris sudah sekian lama hingga kini menempatkan Indonesia sebagai 'juara I' negara dengan aksi pembajakan barang komersial di dunia. Lima besar lainnya berturut-berturut, Nigeria-Somalia-Bangladesh-India. Sejumlah barang bajakan yang diidentifikasi mereka diantaranya piranti lunak (software) dan piranti keras (hardware) komputer, film-musik dalam bentuk keping cakram (CD/DVD), dan barang-barang elektronik.
'Surga' yang nyata ada di Indonesia (khususnya di Jakarta), bisa kita saksikan ada di mal-mal dan pusat-pusat perdagangan. Coba tengok kawasan Glodok dan Mangga Dua, kemudian di sejumlah kawasan lain yang tersebar di seantero metropolitan ini. Entah mereka mendapat 'barang' dari mana, tapi yang pasti (misalnya) film belum masuk ke ranah bioskop nasional, sudah ada dalam bentuk keping cakram. Lagu mancanegara populer yang belum di-release di Jakarta, sudah ada beredar di mal-mal, bahkan di pedagang kaki lima. Yang paling dahsyat menimpa dunia teknologi komputer di Indonesia, saat kita menyaksikan banyak orang (bahkan kita sendiri) menggunakan sistem operasional 'bajakan'. Masih ingat bukan, betapa gencarnya salah satu perusahaan produsen piranti lunak komputer raksasa di dunia menggelar razia terhadap seluruh komputer, bekerja sama dengan pemerintah. Sudah banyak korban, yang paling menyedihkan, justru berasal dari kalangan pemerintah sendiri atau perusahaa-perusahaan besar di Indonesia. Sanksi yang diberikan mulai dari teguran lalu diganti dengan berbayar, hingga sanksi denda 500 juta rupiah! Seorang kawan saya, pernah kedapatan membawa komputer jinjing (laptop) dengan sistem operasional dan sejumlah piranti lunak bajakan, dan terpaksa disidang denda di tempat, lalu didenda 9,5 juta rupiah...

Kabar mengenai bajakan di sektor teknologi, baik itu musik maupun komputer, sepertinya sudah 'mahfum' ada di Indonesia, namun kini ada 'barang baru' yang marak 'dibajak' di dunia baru. Barang baru itu adalah skripsi, thesis, disertasi atau karya tulisan lainnya di dunia pendidikan. Bahkan pelaku pembajakan sudah merebak juga di kalangan profesor, kalangan intelektual Indonesia, yang terakhir ditemukan kasus pembajakan/plagiat. Walau sampai sekarang masih dalam status pro dan kontra persamaan antara pembajakan/piracy dan aksi plagiat/plagiarism, namun inti dari keduanya adalah aksi pengambilalihan hasil karya seseorang. Lalu pada akhirnya, si pengambil alih itu menikmati keuntungan yang sebenarnya bukan hak dia, tapi hak si pemilik karya tersebut (baik barang maupun pikiran).

* * *

Tanggal 26 April, tepat sepuluh tahun yang lalu, dunia mencanangkan hari ini sebagai Hari Kekayaan Intelektual Sedunia. Sebuah peringatan yang penting buat siapa saja yang menghargai hasil buah pikir seseorang. Kekayaan Intelektual adalah pengakuan hukum yang memberikan pemegang hak atas kekayaan intelektual atau disingkat HAKI. Hal ini dibuat untuk mengatur penggunaan gagasan-gagasan dan ekspresi yang diciptakan seseorang untuk jangka waktu tertentu.

Istilah 'kekayaan intelektual' mencerminkan bahwa hal tersebut merupakan hasil pikiran atau intelektualitas, dan bahwa hak kekayaan intelektual dapat dilindungi oleh hukum sebagaimana bentuk hak milik lainnya. Hukum yang mengatur kekayaan intelektual biasanya bersifat teritorial; pendaftaran ataupun penegakan hak kekayaan intelektual harus dilakukan secara terpisah di masing-masing yurisdiksi bersangkutan. Namun, hukum yang berbeda-beda tersebut semakin diselaraskan dengan diberlakukannya perjanjian-perjanjian internasional seperti Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), sementara perjanjian-perjanjian lain memungkinkan pendaftaran kekayaan intelektual pada lebih dari satu yurisdiksi sekaligus.

* * *

Tahun ini, Indonesia masih nomor satu di dunia pembajakan hasil karya intelektual, apakah tahun depan, kita masih 'juara'? Mungkinkah jawaban pertanyaan tadi menjadi 'tidak'? Sebuah harapan di ujung tanduk, mengingat hingga kini barang/pikiran/tulisan bajakan makin menjamur di negeri ini. Mulai dari mal/pusat perdagangan kota, pinggir jalan di pedagang kaki lima, sekolah/perguruan tinggi, hingga kantor pemerintah dan pihak swasta. Razia demi razia sudah digelar, hasilnya? Banyak barang bajakan disita dan dimusnahkan, tapi mengapa oh mengapa barang-barang itu masih saja beredar di pasaran? Seakan bangsa yang konon kabarnya terkenal dengan keramahtamahan ini, tidak menghargai dan menjadi tak ramah terhadap hasil karya intelektual seseorang.... Selamat Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia 27 April 2010! petra_yan/konstantin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.