17.6.10

Dari Sebuah Keyakinan


oleh : Pnt. Argopandoyo 
Suatu kehormatan bagi saya, saat memenuhi undangan untuk menghadiri peluncuran sebuah produk milik seorang teman. Peluncuran yang dilakukan dalam sebuah kamar apartemen di lantai 12, dari gedung berlantai dua puluh dua itu, dihadiri banyak pengunjung. Ruang cukup berkelas itu, seolah tidak lagi menyisakan tempat bagi pengunjung berdiri bebas. Hampir berdesakan. Entah bagaimana, muncul keyakinan kepadatan tadi bukan berarti seluruh ruangan terisi. Pasti masih ada ruang yang lengang. Sambil bergumam
keyakinan tadi, mata saya menelusuri perlahan setiap ruang yang ternyata cukup besar. Ya! Tebakan saya benar! Hampir benar tepatnya! Mata saya menangkap sudut lain di ruang itu. Terdapat dua pintu kaca besar yang tampak menuju bagian luar. Bila kita langkahkan kaki menuju pintu kaca besar sebelah kiri, sinar matahari membantu mata kita menatap tower lain melalui ruangan itu. Kemudian bila kita tolehkan pandangan ke kanan sekitar 45 derajat, kita dapati pintu lain, yang mengarah pada balkon lainnya

Mmmm… balkon lain… benarkah? Belum mendapat jawaban, kaki saya sekonyong-konyong melangkah dan dalam hitungan detik, saya sudah berada tepat di sisi luar pintu tadi. Inilah jawabannya; pintu itu menuju ke balkon, dan balkon itu seluas empat langkah, dibatasi pagar besi warna silver setinggi dada orang dewasa. Pagar silver kombinasi beton kotak itu membentang dari kiri kekanan. Tiga langkah ke sisi kiri, ada dinding yang membatasi balkon, tempat titik pagar tadi mengawali bentangannya. Ke arah kanan, sekitar tujuh langkah kita akan berada di sudut balkon yang menikung 90 derajat. Ya! Tikungan itu membawa kita ke sisi lain gedung. Selain beda pemandangan, sisi ini mempertemukan kita dengan pintu kaca besar lainnya. Jadi, benar dua pintu kaca besar dalam kamar apartemen, adalah pintu menuju balkon yang sama. Ya! Satu balkon untuk dua pemandangan berbeda, dan memang seperti dugaan saya, area yang cukup sepuluh orang ini, masih kosong. Dan dari balkon ini saya bisa nikmati pemandangan kota dari ketinggian, sambil mengikuti acara yang berlansung di dalam.

Memang, peristiwa balkon dengan dua pintu itu kini tinggal sebuah ceritera saja. Namun ceritera singkat ini mengingatkan bahwa keyakinan adalah saksi bagi keyakinan itu sendiri. Dan kesaksian itu hanya dapat ditemui, saat menjalankan keyakinan itu. Karena apapun yang kita lakukan berdasar pada suatu keyakinan, bukan hanya akan menghasilkan bukti kebenaran yang kita yakini, namun juga menambah yakin akan keyakinan itu dari peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tuhan melalui Buku Sucinya mengingatkan bahwa yang kita yakini tanpa kita lakukan, hanya akan membuat apa yang kita yakini itu menjadi mati. Mati, entah tidak berkembang ataupun hilang. Jadi lakukan apa yang kita yakini sebelum yang kita yakini... mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.