23.6.10

Pdt. Yewangoe di Suara Pembaruan Tentang Pernyataan Menteri Tifatul Sembiring

Heboh video porno yang ditengarai sebagai mirip dengan beberapa figur publik memenuhi udara negeri ini. Di mana-mana ada demam, seolah-olah kerusakan akhlak anak bangsa dibebankan kepada peristiwa dua-tiga orang public figure ini. Sementara tidak menafikan kenyataan yang memang memalukan ini, sudilah kita ingat bahwa apa yang disebut moral dan moralitas tidak dapat dibatasi hanya pada persoalan-persoalan seperti itu.
Masih banyak persoalan-persoalan besar yang menandakan, bahwa bangsa kita sedang terjebak dalam
persoalan moral yang menguatirkan. Ambillah sebagai contoh persoalan korupsi yang tidak habis-habisnya itu. Demikian juga hal kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin, yang mestinya mengganggu rasa keadilan kita. Tulisan ini tidak akan masuk lebih dalam ke dalam persoalan video atau siapapun yang berada di belakangnya, sebab masih banyak hal yang tidak jelas. Dalam tulisan ini, kita hanya ingin menyoroti pernyataan Menteri Tifatul Sembiring, yang dalam penilaian kami tidak bijak. Pernyataan beliau yang dengan agak simpel menganalogikan hal “kemiripan” gambar di dalam video dengan artis-artis tertentu, dengan pemahaman Alquran dan Alkitab itu mestinya tidak keluar dari mulut seorang menteri yang adalah pejabat negara.
“Jikalau yang mirip itu tidak dituntaskan, akan punya implikasinya,” kata beliau dalam pernyataan tertanggal 17 Juni 2010. Tentu saja pernyataan ini kita hormati, apalagi diucapkan sebagai seorang pejabat negara yang memang bertanggung jawab untuk itu. Yang tidak terpuji adalah, ketika beliau menganalogikan hal kemiripan itu dengan peristiwa penyaliban Kristus, atau yang dalam terminologi Islam disebut Nabi Isa. Beliau mengatakan bahwa kalau tidak dituntaskan maka hal kemiripan itu akan punya implikasi panjang, seperti halnya perbedaan keyakinan yang ada di antara umat Kristiani dan umat Islam.

Inti Iman
Dengan melakukan analogi itu, beliau telah memasuki medan yang sukar-sulit, ditinjau dari aspek mana pun. Pernyataan ini bukan saja menyangkut hal-hal yang bersifat teologis, melainkan juga menyentuh inti iman umat Kristiani. Umat Kristiani percaya bahwa penyaliban Kristus adalah “bukti” betapa Allah bersungguh-sungguh dengan hukuman-Nya kepada orang-orang berdosa. Allah murka kepada manusia yang selalu cenderung berbuat dosa ini. Di pihak lain, tidak ada manusia yang bisa bertahan di hadapan murka Allah ini. Maka, demikian keyakinan umat Kristiani, murka itu mestilah dipikul oleh Seseorang yang mampu memikulnya. Dialah Yesus Kristus. Tetapi, dengan itu nyata pula rakhmat dan kasih Allah yang tidak selalu memperhitungkan dosa dan kesalahan manusia. Di dalam terminologi umat Kristiani ini disebut anugerah. Bahwa Allah kembali berkenan kepada manusia, hal itu ditampilkan dalam Kebangkitan Kristus.
Tentu saja yang baru kita kemukakan ini adalah pernyataan-pernyataan teologis, bahkan pengakuan iman yang dalam banyak hal tidak bisa diverifikasi. Namun, sesuatu (pernyataan) yang tidak bisa diverifikasi, tidak dengan sendirinya ia kehilangan makna. Bagi umat Kristiani, maknanya sangat mendalam sebab dengan demikian mereka akan selalu mengingat dengan rendah hati ketidaklayakan mereka di hadapan Allah, namun Allah melayakkan mereka. Rasanya di dalam agama-agama lain pun ada hal-hal yang tetap tidak dapat diverifikasi, namun tetap mempunyai makna mendalam bagi para penganutnya. Makna ini justru makin memberi kekuatan kepada para penganut agama tersebut untuk terus melanjutkan hidup. Bahkan di dalam menghadapi situasi-situasi sulit, makna itu dapat memberi mereka “solusi”.
Kita tidak akan memasuki ajaran Islam mengenai peristiwa penyaliban itu, yang secara sangat diametral menyangkalnya. Pasti ada alasan di belakang dari ayat-ayat Alquran ini, yang dalam batasan tulisan ini tidak mungkin kita membahasnya. Tentu bagi umat Islam, apa yang dikatakan di dalam Alquran mengenai penyaliban Nabi Isa, adalah sesuatu yang mesti dipegang dengan teguh. Alhasil, tidaklah terlalu mudah untuk membandingkannya begitu saja dengan apa yang diimani umat Kristiani. Mengingat akan kesulitan-kesulitan ini, kita menyerukan agar para pejabat negara tidak memasuki persoalan-persoalan teologis, dan iman penganut suatu agama tertentu, sebab akan menimbulkan persoalan ikutan yang tidak mudah. Tentu kita teringat betapa hebohnya dunia kita beberapa waktu lalu ketika orang secara sewenang-wenang membuat karikatur dari junjungan umat Islam.

Kita sangat menghormati apa yang dihormati umat beragama lain, sehingga pembuatan karikatur seperti itu kita kecam dengan keras. Bagaimana pun di dalam sebuah masyarakat majemuk seperti Indonesia yang sangat majemuk pula keyakinannya, tuntutan-tuntutan ekstra kepada para pejabat negara untuk sungguh-sungguh memahami apa yang diyakini umat beragama, kendati itu tidak selalu sejalan dengan keyakinan sendiri adalah keharusan. Dengan tulisan ini, kita tidak berkeinginan menuntut permintaan maaf dari siapa pun termasuk Menteri Tifatul. Kita sangat yakin bahwa Allah sama sekali tidak membutuhkan pembelaan-pembelaan dari siapa pun, termasuk umat Kristiani. Yang kita minta hanyalah, supaya mereka yang dibebani jabatan-jabatan publik dapat lebih bijak dan berhati-hati di dalam mengeluarkan pernyataan-pernyataan. Kami akan selalu mendoakan Pak Menteri Tifatul Sembiring untuk mampu melaksanakan amanat rakyat yang tidak ringan ini dengan baik pada hari-hari mendatang.

Penulis adalah Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)

artikel ini diambil dari
http://www.suarapembaruan.com edisi Hari Rabu, tanggal 23 Juni 2010
foto diambil dari ; http://www.perisai.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.